Sejarah Perjuangan Kecamatan Tulis
Table of Contents
Mengenai sekilas tentang sejarah perjuangan rakyat Kecamatan Tulis ini alhamdulillah berhasil disusun oleh Tim Perumus hanya dari sumber ketajaman ingatan 14 orang bekas pelaku perjuangan yang pada saat disusunnya buku ini (tahun 1984) masih dikaruniai hidup dan yang sempat dimintai keterangan-keterangan, yang sudah barang tentu mereka tidak akan mampu mengingat-ingat keseluruhan peristiwa yang dialaminya selama jenjang waktu 40 tahunan yang lampau. Namun demikian berkat rasa wajib dan seakan-akan seperti memiliki rasa kebanggaan tersendiri, khususnya untuk menguraikan pengalaman-pengalaman yang mengerikan namun sekaligus juga mengasyikkan itu, secara lupa ingat akhirnya dapatlah cerita-cerita mereka dirumuskan secara garis besar sekalipun tidak secara sistematis kronologis, karena perumusnya sendiri bukanlah merupakan orang-orang berpengalaman menulis/menyusun karangan, melainkan hanyalah sekedar berani tampil karena terdorong oleh suatu rasa keinginan untuk sekedar menciptakan suatu karya penulisan sejarah lokal menurut kemampuannya. Dengan maksud agar dapat terbaca dan dipergunakan sebagai tambahan pengetahuan bagi anak cucu kita di kelak kemudian hari, khususnya tentang keikutsertaan rakyat dan massa pemuda Kecamatan Tulis pada masa perjuangan kemerdekaan 1945 – 1949, dikandung maksud agar anak cucu kita setidak-tidaknya dapat memaklumi dan merasa bersyukur, bahwasanya para leluhurnya termasuk turut serta meletakkan andil perjuangan di dalam merebut, mempertahankan dan mengusir penjajah Belanda yang berusaha akan menjajah kembali bumi persada Indonesia tercinta ini. Dan mengerti serta meyakini bahwa sesungguhnya Kecamatan Tulis adalah suatu kecamatan perjuangan, kecamatan progresif revolusioner, kecamatan yang ternyata memiliki ratusan bahkan ribuan putera-putera pejuang, baik yang dikenal maupun yang tidak dikenal, bahkan putera-putera pahlawan yang tanpa pamrih maupun ambisi pribadi, rela mengorbankan jiwa raganya, baik yang ditangkap, dianiaya, dipenjarakan/ditawan, maupun yang rela menjadi kusuma bangsa gugur di medan pertempuran, dan yang tabah menerima kematian menghadapi kekejaman dan keganasan belanda beserta antek-anteknya, dibunuh di jembatan sasak Simbang maupun di tempat lain di Wilayah Kecamatan Tulis dan sekitarnya.
Tulis, Penghujung 1984
Ketua Tim Perumus Penyusun Redaksi
WULAN PURNOMO UNTUNG RASDHI
Rakyat Kecamatan Tulis terutama massa pemudanya, seperti juga rakyat dan massa pemuda di daerah-daerah lain, secara serentak bangkit berjuang turut merebut, mempertahankan dan menegakkan Kemerdekaan Tanah Air dan bangsanya yang diproklamirkan oleh Bung Karno dan Bung Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945.
Dalam rangka berjuang merebut dan mempertahankan kedaulatan tanah air itu, para pemuda kita tersusun dalam berbagai wadah organisasi perjuangan kelaskaran bersenjata menurut alirannya masing-masing, seperti :
AMRI (Angkatan Muda Republik Indonesia) yang merupakan ikatan dari beberapa organisasi pemuda.
PESINDO (Pemuda Sosialis Indonesia)
BBRI (Barisan Banteng Republik Indonesia)
BPRI (Barisan Pemberontakan Republik Indonesia)
HIZBULLAH, dan satu badan resmi yang dibentuk oleh Pemerintah ialah BKR/TKR/TRI yang kemudian sekarang kita kenal menjadi TNI.
Kesemuanya dengan bersemangat persatuan yang tinggi tanpa mengingat kepentingan pribadi maupun golongannya, murni demi kepentingan bangsa dan negaranya, bahu membahu berjuang bersama senasib sepenanggungan, dengan semangat membaja tak kenal menyerah, rela mempertaruhkan jiwa raganya dengan semboyan :
MERDEKA ATAU MATI
LEBIH BAIK BERKALANG TANAH DARI PADA KEMBALI DIJAJAH.
Oleh sebab itu, dengan harapan demi kelestarian semangat juang yang pernah dimiliki para leluhurnya untuk diteladani anak cucu generasi keturunan, serta sebagai penghargaan yang lestari bagi para pahlawan daerah kita sendiri, kiranya sebuah buku kecil yang mengandung catatan sejarah perjuangan rakyat Kecamatan Tulis ini patut disusun untuk dimiliki, dibaca dan diresapi oleh para anak cucu.
Dan Tugu Perjuangan yang tegak berdiri di dekat bekas lokasi pembantaian di jembatan sasak Simbang yang dibangun dengan maksud sebagai pengejawantahan semangat perjuangan rakyat Kecamatan Tulis sekaligus sebagai tempat hening cipta terhadap para pahlawan yang gugur, diharapkan bisa dipelihara dan dilestarikan sepanjang zaman semacam prasasti.
Kata mutiara : “BANGSA YANG BESAR SELALU MENGHARGAI JASA-JASA PAHLAWANNYA” kiranya patut diberlakukan pula bagi rakyat Kecamatan Tulis terhadap jasa pahlawan-pahlawan kemerdekaannya.
Semoga ada manfaatnya bagi yang mau merenungkan.
I. PERIODE PROKLAMASI KEMERDEKAAN SAMPAI MELETUSNYA PERANG KEMERDEKAAN KE I
Seperti juga terjadi di daerah-daerah lain, bahwa setelah Jepang menyerah kepada Sekutu dan segera disusul dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Bung Karno dan Bung Hatta, maka dengan bermodalkan semangat heroik patriotik para pemuda yang telah digembleng pada masa penjajahan Jepang dalam barisan-barisan Keibodan, Seinendan, ditambah dengan pulang kampungnya para bekas PETA dan Heiho yang dibubarkan oleh Balatentara Jepang, maka sebagai konsekwensi merebut kemerdekaan itu, massa rakyat Kecamatan Tulis serentak bangkit menyusun kekuatan dalam bentuk badan-badan kelaskaran tersebut meliputi :
- AMRI (Angkatan Muda Republik Indonesia) sebagai ikatan beberapa organisasi dibawah pimpinan Bp. Sumantono Camat;
- PESINDO (Pemuda Sosialis Indonesia), dibawah pimpinan Bp. Maksudi – Sutarno;
- Barisan Banteng Republik Indonesia (BBRI), dibawah pimpinan Bp. Mukriwiyoto – Tasrip;
- BPRI (Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia), dibawah pimpinan Bp. Cahyono – Surip;
- HIZBULLAH, dibawah pimpinan Bp. Slamet dan Mustal,
yang masing-masing dengan bekal semangat proklamasi 1945, bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan di dalam mendukung usaha perebutan kekuasaan dan pelucutan senjata tentara Jepang yang berlaku di kota-kota termasuk Pekalongan.
Di samping organisasi-organisasi kelaskaran tersebut di atas, dalam rangka menyelenggarakan keselamatan dan keamanan rakyat, fihak Pemerintah juga membentuk suatu badan kelaskaran resmi dengan nama BKR (Badan Keselamatan Rakyat) yang anggota-anggota intinya terdiri dari para bekas PETA dan Heiho, dengan anggota 5 orang dari tiap-tiap desa, bermarkas darurat di Balai desa Simbang dengan tugas memelihara keselamatan rakyat dan pengamanan daerah bersama badan-badan perjuangan lainnya. Dan selanjutnya BKR ditingkatkan menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat) dengan menyeleksi anggota-anggotanya, dan diasramakan di Gedung Kabupaten Batang dalam tingkat kesatuan kompi.
Dengan mendaratnya tentara Inggris atas nama Sekutu di Semarang yang diboncengi NICA yang akan menjajah kembali Indonesia, maka seluruh badan perjuangan di Jawa Tengah merasa mendapatkan tantangan dan serempak melakukan usaha-usaha penghambatan maupun penghancuran atas tentara asing tersebut.
Dalam rangka perjuangan menghadapi tentara Sekutu dengan Nicanya itu, badan-badan perjuangan termasuk yang ada di Kecamatan Tulis secara bergiliran mendapatkan tugas dikirim ke Front Semarang Barat membantu TRI di Jrakah, Kaliwungu dan Mangkang, dan dari Kecamatan Tulis diantaranya ada yang gugur di medan laga ialah Sdr. JUPRI dari unsur Hizbullah desa Depok. Heroiknya, sekalipun kita masih buta pengalaman dalam ilmu bertempur, namun merasa sangat bangga bilamana ditugaskan ke Front, merasa mendapatkan kehormatan untuk berjihad fisabilillah. Tugas ke Front Semarang Barat tersebut berlangsung terus secara bergiliran sampai meletusnya clash ke I bulan Juli 1947.
II. PERANG KEMERDEKAAN KE I
Karena Inggris atasnama Tentara Sekutu merasa kewalahan menhadapai perlawanan hebat rakyat Indonesia yang tidak rela negaranya dijajah kembali oleh Nica/Belanda, maka berusahalah Inggris untuk mempertemukan di meja perundingan antara wakil-wakil Indonesia dengan Belanda, dan usaha tersebut berhasil dengan diadakannya persetujuan Linggarjati yang ditandatangani oleh Bp. Sutan Syahrir dari fihak Republik Indonesia dan Van Mook dari fihak Belanda, pada tanggal 25 Maret 1947, dimana Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah hanya Jawa, Madura dan Sumatera, dan kerjasama Indonesia Belanda membentuk negara RIS dan Uni Indonesia Belanda dibawah Ratu Belanda. Hasil perundingan tersebut tidak sesuai dengan yang dikehendaki rakyat indonesia, maka rakyat Indonesia berjuang terus melalui senjata maupun diplomasi. Sementara itu Belanda berlaku curang, pada tanggal 21 Juli 1947 Belanda melancarkan serangan/agresi Pertama terhadap negara RI, mereka menamakan aksinya itu dengan nama Aksi Polisionil. Jelas Belanda telah melanggar persetujuan Linggarjati.
Dengan didahului oleh serangan udara yang menghamburkan koran-koran sehari sebelumnya di kota Simbang, pada pagi-pagi buta tanggal 4 Agustus 1947 pasukan serdadu Belanda dengan peralatan perangnya yang serba mengerikan benar-benar nongol menyusuri jalan raya di sepanjang Kecamatan Tulis dari arah barat, juga sebagian yang lain mengambil jalan sepanjang rel kereta api. Rintangan-rintangan yang kita buat berupa tebangan pohon-pohon asem yang malang melintang di sepanjang jalan, dengan peralatan yang mereka pergunakan tidaklah terlalu menghambat perjalanan mereka meniti jalan raya, termasuk pada saat melewati jembatan Kaliboyo yang sebelumnya telah kita hancurkan sebagian dengan ledakan trakbom seberat 100 kg oleh para pemuda pejuang bersama TNI dibawah pimpinan Sersan Jaruki, dapat mereka lewati dengan pemasangan jembatan darurat.
Karena pendaratan tentara kolonial Belanda tersebut, maka rakyat banyak yang meninggalkan rumah dan desanya lari mengungsi ke pelosok-pelosok desa yang dianggap aman, sedang para pemuda pejuang bersama TRI pada umumnya masih tetap bertahan mengamankan dan menguasai desa-desa di Kecamatan Tulis sambil selalu mempengaruhi rakyat daerah pendudukan itu agar tetap setia kepada pemerintah RI dan membantu perjuangannya.
Adapun markas perjuangan secara Mobil, selalu berpindah-pindah dari desa satu ke desa lainnya mengingat situasinya. Mengenai pemerintahan sipil Kecamatan Tulis dengan didudukinya kota Simbang oleh Belanda, sementara Camatnya (Bapak Sumantono) yang pimpinan AMRI lari melapor dan minta instruksi ke pucuk pimpinan AMRI di Jogya. Dalam keadaan vacum pemerintahan RI, setelah merusak alat-alat penting di kantor kecamatan, beberapa Staf yang pro RI menggabung dengan kantor Kawedanan Batang yang berkedudukan berpindah-pindah, semula di rumah Sdr. Rasmo Tragung, pindah ke rumah Sdr. Daryat dukuh Kalitengah dan kemudian pindah lagi ke rumah kelurahan desa Karanganom, dibawah pimpinan Bapak Wedono (Yacob Danuadmojo) didampingi Bapak Inspektur Polisi Slamet beserta Stafnya.
Bagi kevakuman pemerintahan kecamatan Tulis, selanjutnya secara darurat ditugaskan kepada Sdr. Maksudi dan Sdr. Mashudi sekaligus merangkap sebagai kepemimpinan kelaskaran (DPR) Dewan Pertahanan Rakyat, dibantu antara lain : Sdr. Castro, Sdr. Ramadi Santomo dan Sdr. Banuharjo sebagai bagian pembelaan/kelaskaran.
Adapun kantor Kabupaten Pekalongan dibawah pimpinan Bapak Bupati Surodjo saat itu berkedudukan di desa Tombo Kecamatan Bandar. Aktivitas pemerintahan darurat kecamatan Tulis beserta kelaskarannya yang sudah bergabung dengan TNI selama periode clash I antara lain sebagai berikut :
- Penunjukan kepala desa – kepala desa baru yang kosong karena ditinggalkan kepala desanya mengungsi atau turut berjuang;
- Menrima surat-surat pernyataan setia dari para Kepala desa/pamong desa di daerah pendudukan;
- Membetuk sel-sel pemerintahan dan ketahanan di desa-desa;
- Melancarkan sabotase bahan pangan yang akan dikirim ke kota-kota;
- Melakukan penculikan-penculikan terhadap mata-mata musuh ataupun para penghianat perjuangan;
- Pembakaran gudang Kopi perkebunan Bangunharjo;
- Penyerbuan ke markas Knil maupun Polisi Belanda;
- Melakukan pancingan-pancingan, pencegatan-pencegatan patroli Militer/Polisi Belanda dan aksi-aksi pengacauan di beberapa tempat.
Perlu kiranya menjadi catatan bahwa selama perjuangan fisik tersebut, Sdr. KHO SHIE HWA pimpinan perkebunan Secentong sangat besar andil bantuannya kepada kaum pejuang baik berupa bantuan makanan maupun keuangan, sampai kepada pabriknya sering kita manfaatkan untuk markas/perlindungan gerilya.
Bahwa karena selalu terdesak musuh dan makin keruhnya situasi, juga dasar perintah pelaksanaan sistem perang gerilya, maka laskar rakyat selanjutnya memperluas medan masuk ke hutan-hutan, sebagian menggabung pada TNI dari sektor ALUGORO (GPG = Gabungan Tentara Gerilya) yang bermaskas di daerah Blado sebelah Timur, mereka adalah dari unsur BPRI pimpinan Sdr. Cahyono, dan unsur Barisan Banteng pimpinan Sdr. Mukri Wiyoto, dan dari unsur Pesindo pimpinan Sdr. Drajad. Sedang sebagian lagi yang di sebelah barat menggabung pada TNI Sektor VI di bawah pimpinan Bp. Kapten Hartono yang bermarkas di desa Kalitengah (Daerah Blado sebelah Barat) juga dari beberapa unsur kelaskaran, ialah dari Hizbullah pimpinan Sdr. Ramadi Santomo, dari Pesindo pimpinan Sdr. Maksudi, dari Barisan Banteng pimpinan Sdr. Waryono.
Karena setiap kota kecamatan maupun pabrik-pabrik pada umumnya sudah diduduki Belanda, maka kerap kali pejuang dikejar-kejar Belanda patroli, namun sebaliknya kitapun sering melakukan pengacauan dan pencegatan-pencegatan terhadap patroli musuh.
Agresi Belanda yang pertama (I) itu dikecam oleh negara-negara di dunia karena melanggar persetujuan Linggarjati. Sebagai upaya penyelesaian sengketa Indonesia-Belanda itu PBB membentuk Komisi Tiga Negara, dan atas usaha KTN tersebut akhirnya terjadilah Persetujuan Renville pada tanggal 17 Januari 1948, yang menetapkan penghentian tembak-menembak dan bahwa tentara Republik harus ditarik mundur dari daerah yang diduduki Belanda.
Sekalipun perjuangan diplomasi itu malah mempersulit dan mempersempit kedudukan kita, namun RI tetap mentaati ketentuan yang telah disetujui bersama, maka TNI beserta seluruh pemuda pejuang terpaksa hijrah meninggalkan daerah Pekalongan masuk ke daerah Banjarnegara (Batur, Kasiran), sedang pemerintah sipil tingkat Kabupaten Pekalongan pindah kedudukan di desa Sumber Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara. Perbatasan anatara daerah Pekalongan-Banjarnegara, dipasang tugu garis Demarkasi. Tugas pasukan gerilya beralih berupa penyusupan-penyusupan, infiltrasi dan plebisit, yang bertugas mencari supplai perjuangan dan melancarkan propaganda menyadarkan rakyat di daerah pendudukan untuk tetap percaya dan membantu perjuangan Republik Indonesia. Dalam bertugas penyusupan itulah Sdr. Untung Rasdhi tertangkap pihak Belanda di desa Wringin Gintung pada tanggal 13 April 1948, dan untungnya karena sedang dalam situasi gencatan senjata, maka dia masih dihidupi dan hanya ditawan di Nusakambangan, sehingga ia tidak ikut mengalami pahit getirnya masa clash II, karena ia baru dipulangkan pada tanggal 21 November 1949 dan langsung menggabungkan diri pada Pemerintah MILITER, Kecamatan, IX b, (PMKtD.IXb) di Ujungnegroro.
Sekaligus untuk tidak melupakan yang lain, maka perlu pula kiranya dikemukakan bahwa dalam era revolusi phisik merebut kemerdekaan RI tersebut dari para pejuang yang tertangkap dan ditawan/ditahan pihak Belanda antara lain adalah :
Yang ditawan di Nusakambangan :
1. Untung Rasdi (Tulis)
2. Warsan (Tulis)
3. Tarmidi (Jrakahpayung)
4. Sucipto (Jrakahpayung)
5. Sarwani (Tragung)
6. Dasan (Jrakahpayung)
7. Hasim.
8. Tabat.
9. Kadran.
10. Rail
11. Salamun (Juragan)
12. Daslim
13. Dawijan
14. Sireng (Wonokerso)
15. Darahman (Roban)
16. Kardani (Karanggeneng)
17. Karyani (Karanganom)
18. Marjen (Bakalan)
Adapun yang ditahan di Pekalongan maupun di Batang, antara lain :
1. Ramadi Santomo
2. Rasmo.
3. Samsuri.
4. Sarkawi.
5. Sarwani (Tragung)
6. Moh. Syuyuti (Lawangaji).
7. Mu’alim (Beji)
8. Kasmali (Beji)
9. Aljupri (Sembojo)
10. Taram (Wringingintung)
11. Baris (Wonokerso)
12. Bengkong (Bajakan)
dan mungkin masih beberapa orang lagi yang tidak dapat kami ketahui atau kami ingat karena lamanya waktu.
Perlu diketahui, bahwa persetujuan gencatan senjata Renville berakhir karena dilanggar oleh Belanda dengan melancarkan serangan agresi II pada tanggal 19 Desember 1948.
III. PERANG KEMERDEKAAN KE II
Pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda membuka clash ke II dengan melancarkan serangannya menuju ke Yogyakarta, dan khususnya bagi Kecamatan Tulis, para pejuang bersama-sama TNI aktif kembali secara terang-terangan masuk menyebar keseluruh pelosok desa daerah
Dalam masa clash ke II itu, bertempat di Kelurahan desa Lawang aji, oleh para pimpinan TNI dibentuk Group ” D ” SWKS V/CA.IV yang terdiri dari unsur TNI Angkatan Laut dan sebagian kecil dari unsur Angkatan Darat, bermarkas di Menguneng Kec. Warungasem dibawah pimpinan Mayor Laut R.Suhadi. Adapun untuk wilayah Kecamatan Tulis merupakan pos di Ujungnegoro dibawah pimpinan Letnan Laut Purnomo. Bersamaan itu dibentuk pula susunan Pemerintahan Militer Kecamatan Daerah Ixb (Tulis) berkedudukan juga di Ujungnegoro, dengan pejabat Camatnya Bapak Maksudi, dan Pj. MPP-nya Bapak Sahuri Sardjoutomo. Demikian pula dibidang Tentara dan Teritorial dibentuk KODM dengan H. Bakir dari unsur Hizbullah sebagai staf KODM-nya.
Setelah tersusunnya unsur kepemimpinan wilayah tersebut diatas, maka dapatlah diatur taktik strategi baik mengenai pemerintahan maupun rencana-encana penyerbuan, siasat pancingan, maupun penghadangan-penghadangan terhadap musuh.
Pada penyerbuan pos Polisi Belanda di Kaliboyo di suatu siang hari bolong, dalam kekuatan yang tidak seimbang fihak kita terpaksa mengalami kerugian dengan gugurnya Sdr. Mustofa dari satuan TNI AL, yang kerangka jenazahnya sekarang sudah dipindahkan dari semula di makam umum Kaliboyo ke Taman Makam Pahlawan Kadilangu Batang.
Dapatlah kiranya dianggap sebagai penebus kekalahan tersebut diatas, dengan bertekad merdeka atau mati dan semangat menggebu-gebu, diciptakanlah suatu taktik perangkap, dimana fihak kita mengadakan pertahanan yang cukup kuat di desa Wringingintung, kemudian mengirimkan petugas/seorang kurir dari rakyat yang patriotik untuk berpura-pura membantu Belanda, melaporkan bahwa di desanya kedatangan gerombolan tentara yang melindung. Atas laporan tersebut ternyata datanglah sepasukan KNIL dan CP dibawah pimpinan seorang Inspektur Polisi. Terjadilah kontak senjata, dan siasat tersebut benar-benar menguntungkan fihak kita, dengan hasil terbunuhnya beberapa orang serdadu Belanda, dan sekalipun Insp. Polisi Belanda tadi sudah mengangkat tangan tanda menyerah, saking gemasnya seorang kawan kita telah menembaknya dan matilah inspektur tersebut, sedang di fihak kita seorangpun tiada mengalami cidera. Namun akhirnya kita terpaksa mundur menghilang karena datangnya bala bantuan fihak belanda, yang lalu mengadakan pembersihan dan penangkapan secara membabi-buta di desa Wringingintung tersebut.
Beberapa hari kemudian, terjadi pula kontak senjata antara kita dengan patroli Belanda yang sengaja kita hadang, dan Belanda lari kocar-kacir dengan meninggalkan barang-barang : 2 buah topi baja, lampu senter dan beberapa magazyn peluru bren di wilayah desa Karanganom.
Kemudian dari pada itu, tepatnya pada tanggal 7 Maret 1949 lebih kurang jam 07.30, terjadilah pertempuran lagi antara pasukan kita dengan pasukan belanda yang sengaja mengepung kedudukan kubu pertahanan kita di dukuh Glagahombo Karanganom, dan berakibat tertembaknya Sdr. Ramadi (Santomo) yang alhamdulillah pada saat itu masih dilindungi Allah, bisa menyelamatkan jiwanya. Namun didalam persembunyiannya yang selalu berpindah-pindah karena selalu dikejar-kejar (dan dalam keadaan menderita luka tembak), akhirnya pada tanggal 17 Maret 1949 Sdr. Ramadi tertangkap belanda di dalam penggropyokan di rumah ayahnya di desa Tragung. Setelah mengalami bermacam-macam penyiksaan didalam tahanan belanda di Simbang maupun di rumah tahanan di Batang, karena sakitnya yang memerlukan operasi tulang akhirnya ia dirawat di Rumah Sakit Pekalongan dan kemudian dikirim ke RS. Purusara Semarang untuk menjalani operasi tulang betis. Setelah sukses menjalani operasi, alhamdulillah akhirnya dia berhasil dapat melarikan diri dari RS. Purusara Semarang bersama-sama dengan Kopral Wagiman yang juga dioperasi karena patah kakinya akibat pertempuran di Ponowareng. Mereka melarikan diri kurang lebih 3 bulan menjelang penyerahan kedaulatan. Mereka menuju ke Pekalongan dengan kereta api dan langsung menggabungkan diri pada induk pasukannya di Markas Group “D” SWKS.V / VA.IV di Menguneng Warungasem.
Peristiwa di Ponowareng : Para unsur pimpinan Pemerintahan Sipil/Militer RI Kecamatan Tulis sedang bersidang mengatur strategi rencana penyerangan yang akan dilakukan malam hari nanti ke Simbang, sudah kedahuluan ada laporan seko yang melaporkan bahwa Belanda sudah sampai di Winong dan menuju ke tempat persidangan. Rupa-rupanya tercium oleh mata-mata musuh. Semua pasukan segera dipersiapkan dengan tehnik sistem melambung. Terjadilah pertempuran cukup seru dan berhasil amenewaskan 3 orang serdadu musuh, sedang di fihak kita, satu orang kopral Wagiman TNI-AL cedera tertembak kakinya seperti telah diuraikan diatas.
Suatu hasil gemilang yang tak terlupakan ialah, masih dalam rangka clash ke II menjelang penyerahan kedaulatan, atas hasil usaha propaganda dan plebisit dari fihak Republik, terjadilah peristiwa sukses dimana 35 orang anggota KNIL bangsa Indonesia yang bermarkas di Beji, telah membelot dari kesatuannya dan lari menggabungkan diri kepada pasukan kita SWKS.V / CA.IV di Klopogodo Warungasem lengkap dengan peralatan persenjataannya. Konon kabarnya penggabungan serupa terjadi pula di daerah-daerah Bandar maupun Blado.
Menjelang akhir uraian ini, perlu dikemukakan bahwa disamping kita mencatat beberapa hasil kemenangan seperti berhasil dapat menewaskan lawan di dalam pertempuran, melakukan penangkapan dan penculikan-penculikan sekaligus merampungkannya secara hukum revolusi terhadap beberapa orang mata-mata/penghianat/antek-antek belanda, kita juga harus menundukkan kepala sedalam-dalamnya mengenang atas pengorbanan jiwa para pejuang-pejuang rakyat Kecamatan Tulis yang telah rela menumpahkan darahnya mengantarkan sukmanya menghadap ke Haribaan Illahi sebagai rabuk perjuangan, baik mereka yang gugur dalam pertempuran, maupun yang tertangkap dibunuh Belanda, di tempat pembantaian (Jembatan Sasak Simbang) maupun di tempat-tempat lain tersebar di seluruh wilayah.
Dalam hal menceritakan penjagalan di Sasak Simbang, terjadi suatu peristiwa di suatu malam, seorang pejuang bernama Karsin alias Tayib dari desa Wonokerso yang sudah dijongkokkan untuk ditembak, telah nekad ambyur ke kali dan menghanyut. Tuhan melindungi jiwanya, kalinya setengah banjir dan ia selamat dari berondongan senjata CP. Kemudian ia naik ke darat jauh dibawah, dan kembali ke induk pasukannya, dan menjadi lebih pemberani.
Pejuang yang gugur dibunuh Belanda di Jembatan Sasak
Era Perang Kemerdekaan 1947-1949
1. Sardi Tulis
2. Carmadi Tulis
3. Ma’un Simbangdesa
4. Mu’in Simbangdesa
5. Casmadi Simbangjati
6. Carmad Simbangjati
7. Sastrowinoto Ponowareng
8. Mulyo Karanggeneng
9. Wasdri Wonokerso
10. Rasman Wonokerso
11. Munaris Sengon
12. Palal Sengon.
Sedemikianlah yang sempat kami ingat adanya pejuang yang gugur karena karena bertempur maupun yang tertangkap dan dibantai Belanda. Kalaupun nyatanya ada yang terlewat, karena Narasumber data tidak ingat lagi.
Lebih dari itu, disamping pengorbanan jiwa secara patriotik oleh pihak musuh seperti di atas, bahwa sebagai ekses kebringasan dalam suasana kekeruhan dimasa perang, terdapat pula korban-korban fitnah yang seharusnya tidak perlu terjadi, yang dilakukan sebagai pelampiasan nafsu balas dendam (sentimen person). Dan korban-korban ini terdiri dari para kepala desa, dan seorang agen polisi pamong praja, dimana mereka secara sendiri-sendiri pernah terlibat suatu permasalahan dengan seseorang, yang pada masa revolusi sempat membalas dendam (memancing di air keruh), kepada para korban tersebut patutlah pula kiranya kita sejajarkan sebagai pahlawan juga karena pada hakekatnya mereka adalah orang-orang Republikein, sekalipun terpaksa bekerja di daerah pendudukan demi keselamatan rakyatnya.
Adapun para korban yang kami maksudkan adalah :
1. Bp. Sudarsono, Agen Polisi PP Kecamatan Tulis, yang sebenarnya republikein dan berhasil menghimpun laskar dari golongan recidivis;
2. Bp. Tamyan, Kepala desa Kedungsegog;
3. Bp. Timbul, Kepala desa Jrakahpayung;
4. Bp. H. Durahman, Kepala desa Simbangjati;
5. Bp. Daun, Kepala desa Siberuk.
Semuanya menjadi korban fitnah balas dendam dari seorang pejuang yang sempat bertindak menghianati perjuangan dengan mengorbankan jiwa orang lain yang tidak semestinya. Dan mungkin sebagai karma Tuhan, diapun akhirnya mati di tangan kita sendiri.
Kecuali 5 orang tersebut di atas, terjadi pula seorang ialah Bp. Rasman Kepala desa Kandeman menjadi korban fitnah balas dendam oleh seseorang, dan atas kekejaman tersebut kepadanya, telah secepatnya kita lakukan hukuman balasan.
Demikianlah serentetan peristiwa-peristiwa yang patut kita kenang sebagai pengertian, bahwa generasi muda yang hidup sejahtera dalam alam pembangunan ini, sesungguhnya dibeli dengan wadal (pengorbanan) angkatan tua yang tidak kecil artinya bagi anak cucunya.
Sebagai penutup kisah ini, perlu dilaporkan, bahwa dalam rangka penerimaan penyerahan kedaulatan oleh pihak Pemerintah Belanda kepada Pemerintah Republik Indonesia (Serikat), maka Bp. Maksudi Pj. Asisten Wedana RI / Kepala PMKt.D.Ixb bertindak menerima penyerahan pemerintahan daerah Kecamatan Tulis dari Bapak Asisten Wedana Recomba (Belanda) di Simbang, disusul pindahnya kantor kecamatan RI beserta dinas-dinasnya dari Ujungnegoro ke Simbang pada tanggal 14 Januari 1950, dengan pendamping Komandan KODM, Serma MOH. YAHYA.
Dalam rangka konsolidasi dan pembenahan kembali pemerintahan di desa-desa pada masa transisi tersebut, oleh pemerintah RI setempat dengan dibantu bekas assisten Recomba keluar masuk desa mengadakan gerakan pengembalian jabatan kepala-kepala desa dan pamongdesa lainnya dari Recomba kepada Kepala desa Republik, selesai pada akhir Maret 1950.
Demikianlah sejarah ringkas perjuangan rakyat kecamatan Tulis, sejak proklamasi kemerdekaan sampai dengan penyerahan kedaulatan negara RI di penghujung tahun 1949 dengan melalui tahapan-tahapan revolusi fisik dengan variasi beberapa kali gencatan senjata yang dapat kami himpun secara garis besar. Sudah barang tentu penyusunannya jauh dari pada sempurna, karena sebagaimana kami sebutkan pada pendahuluan karangan ini, bahwasanya kecuali tidak ditemukannya data-data otentik berupa dokumentasi, melainkan hanya bersumber pada ingatan beberapa orang bekas pelaku perjuangan yang masih hidup, juga karena penyusun redaksinya hanya seorang buta pengalaman menyusun naskah, namun yang dipentingkan adalah agar sejarah perjuangan ini dapat dimaklumi oleh generasi lanjutan, bahwa kemerdekaan yang kita bela dengan banyak pengorbanan sesungguhnya benar-benar terjadi pula di Kecamatan Tulis sendiri.
Adapun para pelaku perjuangan yang tersebar di seluruh desa-desa Kecamatan Tulis, kini sudah banyak berkurang karena puputnya usia, dan sebagian ada yang berdomisili di daerah lain. Sebagian pelaku perjuangan telah mendapatkan predikat penghargaan dari pemerintah sebagai Veteran Pejuang Kemerdekaan RI, dan sebagian lagi enggan untuk mendaftar-kannya sebagai Veteran.
Adapun dari para Veteran tersebut, telah banyak yang mendapatkan pensiun/Onderstand dari Angkatan Bersenjata yang dulu pernah digabunginya dan sebagian lagi mendapatkan tunjangan Veteran usia lanjut.
Tulis, Desember 1984
LEGIUN VETERAN RI
MARKAS RANTING
KEC. TULIS
Penyusun,
Untung Rasdhi
SUMBER DATA ( para pelaku )
1. Maksudi Kandangserang
2. Banuhardjo Doro
3. Sahuri Sardjo Utomo Simbang
4. Sarlam Tulis
5. Surip Casmad Simbang
6. Rustam Beji
7. Surip Wahyono Simbang
8. Waryono Tulis
9. Martoyatin Beji
10. Casmari Karanganom
11. Suhardi Beji
12. Untung Rasdhi Tulis
13. Wulan Purnomo Kaliboyo
Demikian pembahasan tentang Sejarah Perjuangan Kecamatan Tulis Kabupaten Batang Jawa Tengah Indonesia artikel sumber dari widodo-percobaan.blogspot.co.id semoga menambah wawasan kita dalam mengenal sejarah di Batang khususnya kecamatan Tulis.